Keputusan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mencopot Sekretaris Daerah (Sekda) Marullah Matali dinilai gegabah. Pangkalnya, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
"Ini negara punya aturan hukum. Semua kebijakan harus berdasarkan peraturan dan hukum yang berlaku," kata anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik, dalam keterangannya, Selasa (6/12).
Politikus Partai Gerindra ini menerangkan, sesuai Pasal 116 ayat (1) UU ASN, pejabat pembina kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama 2 tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi kecuali melanggar ketentuan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
"Marullah melanggar aturan hukum tidak? Kan, tidak. Jangan seenaknya saja!" kritik Taufik.
Dalam Pasal 116 ayat (2), sambungnya, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 tahun dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
Apalagi, di dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 91 Tahun 2019, penunjukan pj sekda dilakukan saat ada kekosongan jabatan dalam waktu minimal 3 bulan dan pejabat definitif belum ditetapkan.
Siapa saja yang dapat menjadi sekda pun diatur dalam Pasal 2 Permendagri 91/2019. Isinya, penunjukan pj sekda provinsi dilakukan menteri dalam negeri (mendagri) atau gubernur untuk pj sekda kabupaten/kota.
Menurut Taufik, pencopotan Marullah bakal memuncul permasalahan baru. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpeluang digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika menyetujuinya dengan menerbitkan keputusan presiden (keppres), tetapi tidak ada alasan kuat untuk mencopot Marullah.
"Pj Gubernur DKI yang terhormat, ikuti UU ASN dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 91 Tahun 2019 tentang Penunjukan Penjabat Sekretaris Daerah," tuturnya. "Jangan dibiasakan menerjang aturan."
Taufik berpendapat, pencopotan Marullah dilatarbelakangi pertimbangan politis atau ketidaksukaan Heru. Padahal, sekda ex officio menjadi ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sehingga memiliki tugas strategis.
"Merasa miris dan sangat prihatin atas terjadinya Sekdaprov DKI dimutasi sebagai Deputi. Secara konsekuensi yuridisnya, jika secara fakta hukum terbukti, maka SK Pj Gubernur DKI mengandung unsur cacat hukum bahkan keberlakuanya tidak sah dan batal demi hukum," tuturnya.
"Saya sampaikan ini karena Heru pejabat yang taat aturan dan hukum, bukan seorang pejabat pemberani," tandas Taufik.